// POLDA: PENETAPAN TERSANGKA SUDAH MENGERUCUT
PANGKALPINANG – Setelah dilakukan penyelidikan beberapa bulan terakhir, akhirnya penyidik Subdit Tipikor, Krimsus, Polda Bangka Belitung, menaikan status penanganan dugaan tindak pidana korupsi atas dana pembiayaan petani dari bank BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) Bangka Belitung menjadi penyidikan. Dikatakan oleh Direktur Ditkrimsus Polda Bangka Belitung, Kombes Haryo Sugihartono, penyidikan pembiayaan sebesar Rp belasan milyar itu dalam waktu dekat akan menetapkan tersangka. “Statusnya sudah dinaikan ke penyidikan. Saat ini sudah dilakukan pemeriksaan (terhadap calon tersangka.red) guna nanti mengerucut ke penetapan tersangka,” kata Haryo kepada awak media Diktum Online
Pembiayaan sebesar itu seyogyanya dikucurkan kepada 300 petani Air Gegas untuk bertanam ubi Casesa. Di antaranya berlokasi di seberang KUA Air Gegas. Adapun sesuai akad kredit setiap petani memperoleh pinjaman kredit sebesar antara Rp 20 juta hingga Rp 200 juta. Adapun agunan dari pihak petani sendiri atas pinjaman tersebut berupa surat tanah dengan SKT Camat. Haryo katakan, kasus tersebut merupakan limpahan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan). “Itu temuanya OJK dilimpahkan ke kita untuk dilidik hingga akhirnya kita sidik ini. Data-data dan keterangan para saksi-saksi terus kita kumpulkan. Kita juga telah meminta lembaga audit untuk melakukan penghitungan,” terangnya.
Pihak-pihak terkait di antaranya koordinator petani yakni Al Mustar als Aang telah diperiksa penyelidik. Begitu juga dengan beberapa petani selaku penerima bantuan kredit itu juga telah diperiksa. “Ada beberapa sudah kita periksa. Kita butuh keterangan mereka dalam rangka penyelidikan ini,” ucapnya. Dari penelusuran Diktum Online, dana yang dicairkan oleh pihak BPRS itu sendiri bersumber dari LPDB (lembaga Pengelola Dana Bergulir). Sementara itu dugaan korupsi ini bermula usai dari pihak BPRS melakukan pencairan kepada 300 petani. Koordinator Mustar als Aang melakukan pengumpulan dana langsung kepada pihak petani tersebut. Peruntukan dana dengan alasan untuk melakukan line clearing diantaranya untuk pembukaan lahan pertanian ubi. Puncaknya, dari pengumpulan dana yang terjadi itu para petani akhirnya hanya memegang uang senilai Rp 5 juta saja. “Semestinya sesuai akad, para petani itu masing-masing telah menerima pinjaman berkisar sebesar Rp 5 juta hingga Rp 200 juta. Tapi kenyataanya setelah uang ditarik oleh koordinator Mustar als Aang para petani hanya memegang uang Rp 5 juta saja. Alasanya untuk membuka lahan,” ungkap sumber harian ini.
Tidak hanya itu, dalam pengucuran kredit sebesar ini juga melibatkan sebuah PT DS yang beralamat di jalan Depati Hamzah, Bacang. PT DS merupakan apalis (penjamin) atas kredit yang berlangsung pada tahun 2016 itu. PT DS ini juga disebut-sebut yang akan menjadi pabrik penampung hasil petani tersebut. Namun faktanya PT DS ini tidak memiliki pabrik ubi. Nah, PT DS itu sendiri disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan salah satu pejabat tertinggi di salah satu Kabupaten daerah ini. “Jadi pihak BPRS selain mendapat agunan dari pihak petani berupa SKT juga mendapat apalis (penjamin) dari pihak PT DS itu. Dimana PT DS itu yang akan menampung sekaligus menjadi pabrik pengolah ubi hasil petani. Tetapi kenyataanya tidak seperti itu, tidak ada pabrik ubinya,” ungkapnya.
Sementara itu Al Mustar als Aang tidak banyak berkomentar atas dugaan kasus yang menjeratnya itu. Aang sendiri merupakan PNS Dinas Kesehatan Bangka Selatan yang juga pernah menjabat kepala Puskesmas Air Gegas. Dia hanya membenarkan atas pemeriksaan dirinya oleh Polda beberapa hari lalu. “Iya bang (pernah diperiksa). Maaf bang, nanti akan saya telpon balik ya,” ucapnya beberapa waktu lalu. (Red)