Apakah Vitamin D Masih Bermanfaat bagi Orang yang Kegemukan?

oleh -38 views
oleh
Sumber: Ilustrasi Tambahan (https://unsplash.com/photos/nj9tmN-7YMA)

Kekurangan atau kekurangan vitamin D telah mempengaruhi setidaknya 40% orang Eropa serta orang-orang dengan kulit lebih gelap. Kelompok lain yang juga dapat terkena dampak kekurangan vitamin D adalah penderita obesitas (Vranić et al, 2019).

 

Skala dan jenis dampak yang ditimbulkan masih belum diketahui secara pasti. Namun kekurangan vitamin D diduga dapat meningkatkan angka kejadian diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, multiple sclerosis , dan berbagai kondisi autoimun (Guildford, 2023).

 

Kekurangan vitamin D juga dikaitkan dengan risiko kanker dan hasil terapi kanker yang kurang signifikan. Obesitas juga menjadi salah satu faktor risiko beberapa kondisi di atas (Guildford, 2023).

 

Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D pada penderita obesitas (memiliki BMI di atas 30) tidak membantu memperbaiki kadar kekurangan vitamin D dalam tubuh dibandingkan dengan suplementasi vitamin D pada orang dengan BMI di bawah 25.

 

Sebuah penelitian dilakukan pada 2.842 orang dengan usia dibawah 40 tahun di Inggris menunjukkan bahwa kekurangan vitamin mempunyai hubungan dengan nilai BMI yang tinggi dan lingkar pinggang seseorang (Patel et al, 2022).

 

BMI ( Indeks Massa Tubuh ) adalah angka yang diperoleh dengan membagi berat badan (kg) seseorang dengan kuadrat tinggi badannya (m). BMI merupakan metode skrining yang paling mudah untuk menentukan kategori berat badan seseorang, yaitu: kurus, normal/sehat, kelebihan berat badan, dan obesitas (CDC, 2022).

 

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa penderita obesitas memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah. Selain itu, suplementasi vitamin D pada penderita obesitas tidak meningkatkan kadar vitamin D meskipun kadarnya berada di bawah kadar vitamin D pada orang dengan berat badan normal (Patel et al, 2022).

 

Penelitian lain menunjukkan bahwa orang dengan BMI di bawah 25 yang menggunakan suplemen vitamin D memiliki insiden kanker 24% lebih rendah, angka kematian akibat kanker 42% lebih rendah, dan insiden penyakit autoimun 22% lebih rendah dibandingkan orang yang tidak menggunakan suplemen vitamin D. .D (Tobias dkk., 2023).

 

Namun, efeknya tidak terjadi pada orang yang kelebihan berat badan atau obesitas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat dampak yang lebih jelas dari suplementasi vitamin D pada individu dengan BMI berbeda (Tobias et al, 2023).

 

Para peneliti juga mengukur kadar vitamin D dan BMI dari total 16.515 peserta sebelum dan sesudah suplementasi vitamin D. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan BMI di bawah 25 kecil kemungkinannya mengalami kekurangan vitamin D.

 

Ketika kekurangan vitamin D Terjadi pada orang dengan BMI di bawah 25, suplementasi vitamin D tetap memberikan manfaat dibandingkan orang dengan BMI di atas 30. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan aktivitas hormon paratiroid yang dapat merangsang produksi vitamin D di ginjal ketika seseorang mengalami kadar vitamin D yang rendah, pada orang dengan BMI lebih tinggi (Khan et al, 2022).

 

Para peneliti memperkirakan terdapat hubungan terbalik antara kadar vitamin D dan hormon paratiroid pada orang dengan BMI di bawah 25. Namun, suplementasi vitamin D dapat mengakibatkan penurunan kadar hormon paratiroid lebih banyak pada orang dengan obesitas dibandingkan pada orang dengan BMI normal.

 

Perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh dosis vitamin D pada orang dengan nilai BMI yang berbeda (Khan et al, 2022).

Artikel ditinjau oleh apt. Sofa Dewi Alfian, MKM, Ph.D

 

Referensi

No More Posts Available.

No more pages to load.

error: Anda Tidak di Beri Izin Mencopy Content